BREAKING NEWS

‎Sampah Bernilai Ekonomi, Wabup Selayar Soroti Potensi Kenari dan Kelapa di Daerah Terpencil


Sampah Bernilai Ekonomi, Wabup Selayar Soroti Potensi Kenari dan Kelapa di Daerah Terpencil

SELAYARKINI - Wakil Bupati Kepulauan Selayar, Drs. H. Muhtar, M.M., mengungkapkan potensi ekonomi baru yang muncul dari wilayah terpencil di daerahnya, khususnya di sektor pertanian dan perkebunan rakyat. Hal ini disampaikannya usai melakukan kunjungan ke Kampung Talaya, Desa Lalang Bata, Kecamatan Bontomatene, serta menerima laporan dari petani kelapa di Kecamatan Pasilambena.

‎Menurut Muhtar, Kampung Talaya yang hanya terdiri dari sekitar sepuluh rumah itu memiliki akses jalan yang sangat memprihatinkan. "Infrastruktur jalannya rusak parah. Namun, masyarakat tetap tenang mengelola kebun, menanam ubi dan kelapa, serta mengelola biji kenari," ujarnya dalam Pembahasan Grup WhatsApp, Kamis (29/5/2025).

‎Menariknya, ia menyebutkan bahwa bukan hanya isi kenari yang bernilai jual, tetapi juga kulitnya kini mulai dilirik pembeli. “Ternyata kulit kenari pun ada yang membeli. Ini potensi yang sebelumnya tak banyak diperhatikan,” ucapnya.

‎Lebih jauh, Muhtar menyampaikan laporan dari petani kelapa di Kecamatan Pasilambena. Di wilayah kepulauan tersebut, limbah kelapa yang dikenal dengan sebutan “kalongkong” kini memiliki nilai jual. Bahan ini dipisahkan menjadi dua bagian, yakni kaddaro dan sahut. Kaddaro dijual dengan harga Rp 2.500 per kilogram untuk kemudian diolah menjadi arang, yang harganya mencapai Rp 9.000 per kilogram. Sedangkan sahut juga diminati pembeli, bahkan dari Jakarta.

‎“Informasi dari pegawai BPR Pesisir menyebutkan, di Pasilambena sudah ada empat pengumpul arang. Salah satunya bahkan telah menjual 86 ton arang kepada pengusaha asal Makassar yang datang langsung ke lokasi. Nilai transaksinya mencapai Rp 774 juta,” terang Muhtar.

‎Ia menilai, potensi ekonomi ini mencerminkan optimisme masyarakat di dua wilayah tersebut — baik di daratan maupun kepulauan — dalam memanfaatkan sumber daya yang selama ini dianggap limbah.

‎“Dulu kulit kenari dan kalongkong dianggap sampah. Sekarang justru menjadi barang bernilai ekonomis. Ini harapan besar bagi penguatan ekonomi lokal di Kepulauan Selayar,” pungkasnya.

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image