BREAKING NEWS

Skandal Keuangan di Tanakeke! Agen BRI Diduga Gelapkan Dana Puluhan Nasabah, Warga Rewataya Menjerit

 

Skandal Keuangan di Tanakeke! Agen BRI Diduga Gelapkan Dana Puluhan Nasabah, Warga Rewataya Menjerit


Takalar, Sulsel – Dunia perbankan kembali tercoreng oleh skandal yang mencengangkan. Seorang agen BRI di Kepulauan Tanakeke, Daeng Ngemba, diduga menggelapkan dana milik puluhan nasabah, mayoritas nelayan dan petani asal Desa Rewataya. Total kerugian diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah.

Kasus ini mencuat setelah petugas dari Unit BRI Pattallassang mendatangi Desa Rewataya untuk melakukan penagihan. Namun bukan pembayaran yang mereka temukan, melainkan kenyataan mencengangkan: puluhan warga dinyatakan menunggak cicilan selama berbulan-bulan, padahal mereka merasa telah rutin membayar.

“Kami rutin setor ke agen, tidak pernah telat. Tapi tiba-tiba ditagih dan dibilang belum bayar tiga sampai enam bulan. Kami jelas kaget dan merasa ditipu,” ungkap salah seorang warga, Minggu (15/6), dengan nada kecewa.

Warga kemudian mengonfrontasi langsung agen BRI, Daeng Ngemba. Dalam pertemuan itu, ia mengakui telah menggunakan dana setoran warga untuk keperluan pribadi, dan tidak menyetorkannya ke sistem resmi BRI.

Pengakuan tersebut membuat warga geram. Sosok yang selama ini dipercaya sebagai perpanjangan tangan bank, justru menjadi pengkhianat atas kepercayaan yang dibangun selama bertahun-tahun.

“Kami sudah tunjukkan bukti transfer dan kwitansi ke petugas BRI. Tapi uangnya dibawa kabur. Ini bukan sekadar soal uang, ini soal kepercayaan,” tegas seorang perwakilan warga.

Sejumlah nama korban mulai terungkap, di antaranya Awing Daeng Nana, Daeng Latif, Tuang Masa, Pasara Daeng Ngawing, Mantang Daeng Bau, hingga Mamma’ Daeng Se’re. Jumlah korban diperkirakan masih akan terus bertambah.

Yang membuat kasus ini semakin menyakitkan, sebagian besar korban adalah masyarakat kecil yang selama ini patuh membayar angsuran. Kini mereka menanggung beban ganda: cicilan tidak tercatat secara resmi, dan status mereka di sistem BRI dianggap sebagai debitur yang menunggak.

Warga telah mengumpulkan bukti-bukti berupa kwitansi, bukti transfer, hingga percakapan WhatsApp dengan pelaku. Mereka menuntut pertanggungjawaban dari pihak BRI dan mendesak aparat penegak hukum segera turun tangan.

“Kami hanya minta keadilan. Uang kami harus kembali. BRI jangan lepas tangan,” pinta warga.

Upaya media menghubungi Daeng Ngemba hingga kini belum membuahkan hasil. Nomor WhatsApp yang bersangkutan tidak aktif. Sementara itu, BRI belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait kasus ini.

Warga mendesak agar BRI segera melakukan audit terhadap sistem dan mekanisme kerja para agen, serta mengambil tanggung jawab atas kerugian yang dialami masyarakat. Mereka juga meminta aparat penegak hukum segera memproses pelaku secara hukum.

Kasus ini menjadi peringatan penting atas lemahnya pengawasan terhadap agen perbankan, terutama di wilayah terpencil. Sistem keuangan berbasis kepercayaan bisa menjadi bumerang jika tidak dibarengi dengan kontrol dan transparansi.

Kini pertanyaan menggantung: apakah sistem digital dan manajemen risiko BRI cukup aman? Apakah tanggung jawab bank cukup berhenti pada alasan “agen bukan pegawai”? Warga Rewataya menunggu keadilan. Dan publik menanti jawaban. (TIM)

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image