Tarikan Jodoh yang Amat Kuat: Kisah Asdar Menemukan Cahaya
![]() |
Baznas Selayar Menyapa, Membimbing, dan Memberi Harapan |
Di sebuah kampung kecil nan tenang di ujung Kepulauan Selayar, tepatnya di Dusun Binanga Benteng, hidup seorang pemuda bernama Asdar. Wajahnya lumayan tampan, kata orang-orang, dengan senyum malu-malu dan sorot mata yang menyimpan banyak cerita. Seperti kebanyakan anak muda lain di zaman ini, Asdar gemar bermain HP dan menjelajah media sosial tanpa batas ruang dan waktu.
Dan dari dunia maya itulah, sebuah benang takdir perlahan mulai dijalin.
Adalah Nisa, gadis asal Makassar, yang pertama kali mengirim pesan kepadanya. Perkenalan mereka singkat tapi dalam, ibarat angin yang datang tiba-tiba tapi membawa sejuk ke hati yang sunyi. Hari demi hari, obrolan mereka kian hangat, saling memahami, saling mengisi. Hingga takdir menuntun Nisa menyeberangi laut, menginjakkan kaki ke Selayar, ke kampung halaman Asdar.
Kedatangannya yang pertama hanya sekadar silaturrahim. Yang kedua, untuk mengenal lebih dekat keluarga Asdar. Namun di kunjungan ketiga, hatinya sudah tak rela berpisah. Ia menolak kembali ke Makassar kecuali satu syarat: dinikahi oleh Asdar.
Kabar itu membuat heboh kampung kecil mereka. Kadus pun bingung, Imam Dusun turut turun tangan, dan keluarga besar Asdar berdiskusi panjang. Tapi dalam keributan itu, hanya Asdar yang paling tenang. Di dadanya, ia merasa seperti ada magnet tak terlihat yang menarik hatinya. Sesuatu yang lebih besar dari cinta itu sendiri. Mungkin... ini jodoh. Mungkin... ini hidayah.
Akhirnya, dengan langkah yang mantap namun penuh haru, Asdar mengucapkan dua kalimat syahadat. Ia resmi menjadi Muslim, dibimbing langsung oleh Saiful Arif, di Masjid kampung mereka, Bahrun Nur. Disaksikan oleh Imam Dusun, Kamaruddin, dan keluarga serta tetangganya, hari itu menjadi saksi: seorang pemuda menemukan bukan hanya cinta, tapi juga jalan pulang pada fitrah.
Beberapa waktu setelah Asdar menjadi mualaf dan menikah dengan Nisa, kisah mereka menjadi perbincangan hangat—bukan karena sensasi, tapi karena keindahan perubahan dan tekad. Sabtu siang (2 Agustus), tim dari Baznas Kepulauan Selayar datang berkunjung ke rumah Satria, ipar Asdar. Tujuan mereka bukan hanya menyambung silaturrahim, tetapi juga memberi dukungan nyata.
Dipimpin oleh Auditor Internal, Saiful Arif, didampingi oleh Wakil Ketua I, H. Muh. Nasir, dan Wakil Ketua III, Leonardo M. Siregar, mereka membawa bantuan berupa uang tunai, bahan makanan, serta minuman. Namun lebih dari itu, mereka juga datang dengan ilmu dan perhatian: Leo memberi bimbingan usaha mencetak gula merah, sedangkan Nasir dan Saiful membimbing Asdar soal dasar-dasar agama Islam, dengan pendekatan dialogis dan penuh kasih.
"Asdar, sesibuk apapun engkau mencetak gula untuk pelanggan, jangan tinggalkan shalat. Itu tiangmu, itu napasmu," pesan Muh. Nasir lembut tapi tegas.
Asdar mengangguk, dengan mata yang sedikit berkaca. Sejak menikah, ia memang banyak belajar tentang Islam dari Nisa istrinya yang kini sedang kurang sehat dan tak bisa hadir saat kunjungan itu.
"Semoga itu tanda-tanda baik," celetuk Muh. Nasir sambil tersenyum, disambut tawa kecil dan “aamiin” dari para hadirin.
Turut hadir juga dalam pertemuan hangat itu, Imam Dusun Kamaruddin, Kadus Binanga Benteng Hidayat, dan tentu saja, ipar tercinta Satria, yang dengan penuh semangat membantu menyiapkan jamuan sederhana untuk tamu-tamu terhormat dari Baznas.
Hari itu, di antara percakapan, tawa, dan doa, tidak hanya bantuan yang diberikan, tetapi juga semangat baru ditanamkan dalam hati Asdar. Jalan hijrah itu tak selalu mudah, tapi ia tahu kini, ia tidak sendiri.
Dan di kampung kecil di pinggir laut Selayar itu, cinta yang kuat telah menjadi jembatan hidayah, dan kini, menjadi kisah indah yang tak akan mudah dilupakan.