Gejolak Diam-Diam di Balik Keran Air Tirta Tanadoang: 48 Pegawai Menanti Gaji yang Tak Kunjung Cair
![]() |
Gaji sebagai Hak Karyawan Belum terbayar dan Gedung Kantor yang tak Terurus |
SELAYARKINI – Di balik aliran air bersih yang dinikmati sebagian warga Kepulauan Selayar, ada cerita pilu yang mengendap di tubuh Perumda Tirta Tanadoang. Tersembunyi dari sorotan publik, puluhan pegawai kini harus menelan getir lantaran gaji mereka tak kunjung dibayarkan.
Sumber internal perusahaan yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, hingga Selasa (16/7), sebanyak 48 pegawai belum menerima gaji mereka. Total nilai tunggakan mencapai Rp132 juta lebih. Beberapa di antaranya bahkan belum dibayar sejak April 2024.
“Setiap pegawai menerima jumlah yang berbeda, tergantung posisi dan jam kerja. Tapi tetap saja, ini soal hak dasar yang diabaikan,” ucap sumber tersebut dengan nada kecewa.
Ironisnya, polemik pengupahan ini bukan hanya soal keterlambatan. Sebagian pegawai, lanjut sumber itu, masih menerima gaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR) yang berlaku. Suatu kondisi yang bertolak belakang dengan semangat reformasi pelayanan publik dan kesejahteraan aparatur daerah.
Gejolak mulai terasa di internal perusahaan. Ketidakpastian soal hak finansial perlahan memengaruhi semangat kerja. Pelayanan yang harusnya berjalan optimal ikut terdampak oleh ketimpangan yang terus dibiarkan.
“Kami ingin ada perubahan nyata di tubuh direksi. Sudah terlalu lama masalah-masalah ini dibiarkan seolah bukan prioritas,” ujarnya.
Namun bukan hanya pegawai yang menjadi beban. Perumda Tirta Tanadoang juga dihimpit oleh persoalan klasik lainnya: tunggakan pelanggan. Ironisnya, tak hanya pelanggan perorangan, tetapi juga instansi pemerintah seperti kantor, rumah dinas, sekolah, hingga tempat ibadah serta Pejabat Parlemen tercatat masih memiliki tunggakan.
Situasi ini memperlihatkan sebuah krisis yang lebih luas dari sekadar persoalan keuangan. Ini tentang lemahnya tata kelola, rapuhnya manajemen, dan kurangnya keberanian menata ulang sistem.
Tidak hanya itu, Awak media konfirmasi Bendahara via WhatsApp dua bendahara PDAM tak menemukan respon baik Bendahara yang menjabat sebelumnya dan yang menjabat saat ini.
Kini, harapan bertumpu pada sosok direktur baru yang akan segera dilantik. Namun publik, terutama pegawai, tak sekadar menunggu figur baru. Mereka menanti terobosan, kepemimpinan yang berpihak, dan keberanian mengambil keputusan sulit demi mengakhiri siklus keterpurukan yang terus berulang.
“Kalau hak-hak dasar seperti gaji saja tidak bisa dipenuhi, bagaimana bisa bicara soal kemajuan dan pelayanan prima?” tutup sang narasumber, seraya berharap krisis ini segera mendapat titik terang.