Bukan Burger, YAKS Dorong SPPG Pakai Pangan Laut Lokal di MBG
SELAYARKINI – Ketua Yayasan Assoong Kabajikang Silajara (YAKS), Zubair Nasir, mengingatkan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) agar tidak silau dengan menu instan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurutnya, ikan teri dan cumi kering jauh lebih layak jadi andalan. Alasannya jelas: bergizi tinggi, mudah diperoleh, sekaligus menolong nelayan kecil.
Zubair menyebut, 100 gram ikan teri mengandung 33 gram protein, kalsium, fosfor, zat besi, sampai omega-3. Semua itu krusial bagi pertumbuhan anak, fungsi otak, hingga daya tahan tubuh. “Kalau kita serius, teri bisa jadi superfood lokal. Gak kalah dari susu impor atau makanan kaleng,” tegasnya.
Cumi kering juga tak kalah penting. Rendah lemak, kaya mineral, plus vitamin B kompleks. “Memang kadar natriumnya perlu diperhatikan, tapi dibanding burger atau nugget, jelas lebih sehat,” tambahnya.
Masalah ikan segar yang sulit dipastikan pasokannya juga dijawab dengan solusi praktis: olahan kering. “Lebih awet, tetap bergizi, dan ada kepastian pasok. Nelayan pun dapat pasar tetap,” kata Zubair.
Lebih jauh, ia menekankan multiplier effect. Artinya, program MBG bukan sekadar soal isi piring anak sekolah. “Harus ada efek ekonomi. Nelayan terbantu, usaha kecil hidup, anak-anak kita sehat. Itu baru namanya program prioritas yang berpihak,” ujarnya.
Suara Zubair ini nyambung dengan kritik keras ahli gizi masyarakat, dr. Tan Shot Yen, di DPR RI. Tan terang-terangan menolak menu MBG yang masih banyak bergantung pada produk industri. Ia mendorong 80 persen isi menu MBG berbasis pangan lokal. “Saya pengen anak Papua makan ikan kuah asam, anak Sulawesi makan kapurung. Bukan burger tepung terigu, tanaman yang bahkan gak tumbuh di negeri ini,” sindir Tan.
Zubair menyebut pandangan itu selaras dengan semangat YAKS. “SPPG jangan ragu. Gunakan ikan nelayan. Jangan hanya kejar praktis tapi malah mengabaikan potensi lokal,” tegasnya.
Harapannya, langkah ini bisa benar-benar dijalankan di Kepulauan Selayar. “Kalau serius, MBG bukan cuma soal gizi anak, tapi juga instrumen pemberdayaan ekonomi lokal,” pungkasnya.